Telkom University meluncurkan sebuah hasil produk riset yang dinamakan Patriot-Net.
Berbasis teknologi Internet of Things, alat dan sistemnya dirancang untuk mendukung upaya pencegahan dan pemulihan daerah bencana di Indonesia.
“Patriot-Net untuk prevention lewat monitoring memakai sensor untuk empat jenis kebencanaan, yaitu longsor, banjir, gempa bumi, dan tsunami,” kata ketua peneliti Khoirul Anwar, Selasa, 14 Februari 2023.
Gempa Beruntun dari Sesar Cirebon Pagi Ini, Simak Kata dan Data BMKG Dari sensor yang dipasang di berbagai tempat sesuai jenis potensi bencana suatu daerah, informasinya dikirim lewat stasiun penghubung.
Tujuannya ke pusat pemantauan dan telepon seluler warga yang telah memasang aplikasi Patriot-Net.
Dalam pengembangan risetnya, tim peneliti yang tergabung di pusat riset Advanced Intelligent Communications (AICOMS) Telkom University bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk pembuatan alatnya, dan pemerintah Kota Padang guna uji coba sistemnya.
Menurut Khoirul, Patriot terinspirasi oleh aplikasi Yurekuru di Jepang yang bisa dipasang di smartphone secara gratis.
Informasi dari aplikasinya yang menginformasikan soal gempa dan potensi tsunami.
Adapun pada masa pemulihan, Patriot mengembangkan alat Mobile Cognitive Radio Base Station (MCRBS).
3 Gempa Terkini yang Guncangannya Bisa Dirasakan: Terkuat di Lampung Perangkat itu memanfaatkan sinyal telepon seluler untuk menolong korban manakala bencana membuat BTS atau Base Transceiver Station malfungsi.
“Mudahnya disebut mobile BTS,” kata Khoirul.
Sejauh ini alat tersebut diklaim telah sanggup menangkap sinyal 2G hingga 4G.
Stasiun sinyal MCRBS yang bergerak ini, kata Khoirul, menaranya berukuran seluas 1 meter persegi setinggi 2 meter, dengan bahan besi dan berbobot berkisar 7-10 kilogram.
Adapun area jangkauan sinyalnya dalam radius 1 kilometer.
Daya listriknya dimulai dari 40 watt kemudian turun sekitar 20 watt ketika terus dipakai.
Mengantisipasi ketiadaan setrum, sumber listriknya bisa dari generator, aki, atau panel tenaga surya.
Patriot telah dirintis sejak 2016 sepulangnya Khoirul dari Jepang ke Indonesia.
Risetnya sempat mendapatkan pendanaan dari Eropa sebesar Rp 50 miliar.
Dari seribu sensor yang dibutuhkan untuk mendeteksi potensi bencana, Patriot kini baru dilengkapi 24 sensor.
Tim membuat algoritma khusus untuk mengatur kerja sensor agar tidak saling bertabrakan.
Pilihan Editor: Pakar dari ITB: Gempa di Turki Paling Ditakuti oleh Para Ahli